Situasi di Selat Taiwan kembali memanas setelah langkah Amerika Serikat menjual paket senjata senilai $2 miliar kepada Taiwan. Langkah yang mencakup penjualan tiga sistem rudal permukaan-ke-udara dan peralatan terkait ini telah mengundang reaksi keras dari Beijing. Paket senjata tersebut juga mencakup sistem radar senilai sekitar $828 juta, sebagaimana dilaporkan oleh Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri AS.
Reaksi Beijing
Juru bicara Kedutaan Besar China di AS, Liu Pengyu, dalam wawancara dengan Newsweek, menyatakan penjualan ini sangat merusak kedaulatan dan kepentingan keamanan China. "Ini mengirimkan pesan yang salah kepada kekuatan separatis 'kemerdekaan Taiwan'," ujar Liu. Liu menambahkan bahwa AS dengan sengaja memanfaatkan Taiwan untuk membendung China, serta mendorong agenda 'kemerdekaan Taiwan', yang bertentangan dengan komitmen para pemimpin AS untuk tidak mendukung kemerdekaan Taiwan.
Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan bertekad untuk mengambil "semua langkah yang diperlukan" guna menegakkan prinsip Satu China dan klaim kedaulatan atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut. Taipeh menjadi pusat perhatian dunia di tengah industri semikonduktor globalnya yang mendominasi, dengan perusahaan seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menghasilkan lebih dari 60 persen semikonduktor dunia.
Langkah penjualan ini telah meningkatkan ketegangan di sekitar Selat Taiwan. Beberapa waktu lalu, China merespons pidato pro-kemerdekaan Presiden Taiwan Lai Ching-te dengan mengerahkan angkatan laut dan militernya untuk latihan militer di sekitar Taiwan, yang dianggap sebagai simulasi blokade.
Reaksi AS
Washington pun merespons latihan ini dengan meminta China untuk bertindak dengan bijaksana. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mendesak Beijing menghindari tindakan yang dapat mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.
Di sisi lain, AS menganggap penjualan senjata ini sebagai bagian dari upayanya untuk mendukung dan memodernisasi kemampuan pertahanan Taiwan. "Penjualan ini melayani kepentingan nasional, ekonomi, serta keamanan AS," jelas Departemen Pertahanan dalam rilis beritanya tentang kesepakatan senjata tersebut.
Sementara itu, dalam konteks politik domestik AS, mantan Presiden Donald Trump turut memicu perdebatan dengan komentarnya bahwa dia akan memberlakukan tarif besar pada China jika negara tersebut melakukan intervensi ke Taiwan. Trump juga berpendapat bahwa Taiwan harus membayar untuk perlindungan dari AS. Pernyataan ini disambut oleh juru bicara Kantor Urusan Taiwan China, Zhu Fenglian, yang menegaskan bahwa rakyat Taiwan memahami dengan jelas kebijakan AS yang selalu mengutamakan kepentingan Amerika.
Perseteruan di Selat Taiwan ini menambah ketidakpastian dalam hubungan AS-China yang telah lama tegang. Pasca penjualan rudal dari AS ini, pertanyaan utama adalah seberapa jauh Beijing akan mengambil tindakan untuk menanggapi langkah tersebut, dan bagaimana hal ini akan memengaruhi kestabilan regional di masa depan.