Beijing baru-baru ini mengumumkan paket stimulus besar senilai 10 triliun yuan ($1,4 triliun) yang bertujuan untuk menangani masalah utang tersembunyi yang membebani pemerintah daerah. Langkah ini diambil di tengah tekanan ekonomi domestik yang melemah serta ketidakpastian eksternal yang meningkat, terutama dengan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat yang memiliki potensi untuk memicu kembali perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia ini.
Perlunya Penanganan Utang Lokal
Permasalahan utang lokal telah menjadi perhatian utama bagi pemerintah China. Menteri Keuangan Lan Fo’an menjelaskan bahwa langkah stimulus ini tidak hanya membantu menurunkan utang tersembunyi dari 14,3 triliun yuan pada akhir 2023 menjadi 2,3 triliun yuan pada 2028, tetapi juga untuk meringankan beban fiskal yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Dengan utang yang besar, banyak wilayah di China kesulitan memenuhi kewajiban finansialnya. Kebijakan ini, yang mencakup penerbitan obligasi khusus pemerintah daerah tahunan sebesar 800 miliar yuan selama lima tahun, diharapkan memberikan amunisi bagi pemerintah daerah untuk lebih fokus pada upaya pertumbuhan ekonomi lokal.
Dampak Kebijakan Terhadap Pasar
Kebijakan stimulus ini juga bertujuan untuk mengurangi tekanan fiskal dan membuka momentum baru bagi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, beberapa analis skeptis terhadap efek langsung dari langkah kebijakan ini. Mereka menunjukkan bahwa dampaknya mungkin baru terasa dalam jangka panjang, mengingat kondisi ekonomi yang rumit dan jaringan distribusi yang sudah mengakar di seluruh negeri. "Efek dari kebijakan stimulus ini belum terlihat jelas, terutama pada permintaan domestik yang belum pulih secara signifikan," kata Bruce Pang, kepala ekonom di JLL.
Reaksi Pasar Terhadap Stimulus
Di pasar keuangan, stimulus ini mendapat sambutan yang beragam. Sementara pemerintah menunjukkan komitmen memperkuat kebijakan fiskal, beberapa investor mengharapkan intervensi yang lebih langsung dan signifikan untuk menggairahkan perekonomian. Tekanan terhadap iShares China Large-Cap ETF (FXI), yang turun hampir 5% pada perdagangan pra-pasar setelah pengumuman, menandakan kekecewaan sebagian investor. Namun, harapan masih membayang bahwa langkah-langkah moneter dan fiskal tambahan mungkin akan datang di masa depan untuk mendukung pertumbuhan yang lebih substansial.
Proyeksi Ekonomi Selanjutnya
Kebijakan yang baru diumumkan ini adalah bukti dari perubahan arah kebijakan ekonomi pemerintah pusat, tetapi masih belum jelas apakah langkah ini mampu memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan konsumsi dan inflasi. Indeks harga konsumen (CPI) China naik hanya 0,3% di bulan Oktober, mencatat peningkatan paling lambat dalam empat bulan terakhir. Ditambah lagi, deflasi harga produsen yang semakin dalam menunjukkan tantangan struktural yang tetap membayangi perekonomian China. Sektor ekstraksi minyak dan gas, serta manufaktur produk kimia dan otomotif, mengalami penurunan harga yang signifikan.
Dengan stimulus ini, pemerintah China mencoba memelihara ruang kebijakan untuk dapat merespons perkembangan global, khususnya jika Donald Trump benar-benar menerapkan tarif tinggi pada impor China. China tampaknya mempertahankan "amunisi" ekonomi untuk menghadapi kemungkinan konflik dagang, sambil menunggu kebijakan perdagangan konkret dari administrasi Trump. Ini menempatkan Beijing dalam posisi siaga, siap untuk bertindak lebih lanjut, jika diperlukan.
Meskipun langkah stimulus ini berskala besar dan signifikan, para analis mencatat bahwa untuk mencapai keseimbangan antara konsumsi, investasi, dan pertumbuhan berkelanjutan, masih perlu waktu. Kebijakan ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi pembuat keputusan China dalam memastikan bahwa langkah-langkah ini memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian yang lebih kuat dan dinamis di tengah ketidakpastian ekonomi global. Menyeimbangkan antara penanganan utang lokal dan perlindungan ekonomi nasional memerlukan pendekatan yang hati-hati dan terukur agar dapat mencapai tujuan pertumbuhan yang diharapkan.