Mata Uang Asia dan Dolar Stabil Jelang Rilis CPI AS; PDB Q2 China Lampaui Perkiraan
Oleh Peter Nurse
Investing.com - Dolar AS turun pada awal perdagangan Eropa Selasa (22/11) petang, berkonsolidasi setelah sempat menguat kemarin tatkala memburuknya situasi COVID di China mendorong permintaan untuk mata uang safe haven.
Pukul 15.05 WIB, Indeks Dolar AS, yang mengukur greenback terhadap mata uang lainnya, turun 0,2% di 107,507, setelah naik mendekati 0,8% semalam, kenaikan harian terbesar sejak 3 November.
China telah melaporkan lonjakan kasus baru COVID-19, di mana infeksi harian yang mencapai rekor tertinggi mendorong langkah-langkah lockdown baru di beberapa pusat ekonomi termasuk Beijing dan Shanghai.
Ibu kota negara, Beijing, juga melaporkan kematian pertama terkait COVID selama akhir pekan sejak akhir Mei.
"Tampaknya wabah Covid baru-baru ini di beberapa kota di China masih mendorong tindakan pembatasan serupa dan kebijakan Zero Covid belum mengalami perubahan besar," analis di ING menyatakan dalam sebuah catatan.
Hal ini menambah kekhawatiran bahwa aktivitas ekonomi akan sangat terpengaruh di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu dan juga pendorong pertumbuhan regional utama.
Meskipun demikian, tampaknya ada fase konsolidasi yang terjadi pada hari Selasa setelah kenaikan besar sesi sebelumnya untuk dolar.
USD/CNY turun 0,1% di 7,1586, setelah naik lebih 0,7% dan yuan sempat jatuh ke level terendah 10 hari.
Sementara, GBP/USD naik 0,2% di 1,1844, sebagian membalikkan penurunan 0,6% sebelumnya, setelah pinjaman pemerintah Inggris tumbuh kurang dari perkiraan pada bulan Oktober meskipun pemerintah pertama kali mendukung pembayaran untuk membantu tagihan energi rumah tangga.
EUR/USD naik 0,2% ke 1,0265, rebound setelah jatuh 0,8%, menjelang rilis angka kepercayaan konsumen zona euro untuk bulan November, yang diperkirakan akan menunjukkan sedikit peningkatan menjadi -26,0 dari -27,6.
USD/JPY turun 0,2% di 141,81, setelah naik lebih 1% di sesi sebelumnya, sedangkan AUD/USD yang sensitif terhadap risiko naik 0,3% menjadi 0,6623, usai jatuh hampir 1% semalam.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dijadwalkan akan mempublikasikan prospek ekonomi terbarunya pada hari Selasa, setelah mengingatkan pada bulan September bahwa krisis energi dan inflasi berisiko membuat negara ekonomi besar tersebut ke dalam resesi.