IDNFinancials.com - JAKARTA - Deutsche Bank melaporkan penurunan drastis arus investasi asing ke dalam aset Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir.
Penelitian yang dipimpin George Saravelos, Kepala Strategi Valuta Asing di Deutsche Bank, menunjukkan sejak diumumkannya kebijakan tarif oleh Presiden Donald Trump pada awal April, investor asing mulai mengurangi kepemilikan mereka di saham dan obligasi AS secara signifikan.
Dalam analisisnya, Deutsche Bank memantau aliran dana harian ke sekitar 400 Exchange Traded Funds (ETF) berbasis AS yang berlokasi di luar negeri, serta data mingguan dari berbagai jenis dana investasi yang lebih luas. Hasilnya mengungkapkan adanya "pemberhentian tajam" dalam pembelian aset AS, bahkan setelah adanya sedikit pemulihan pasar dalam sepekan terakhir.
ETF atau dalam bahasa Indonesia disebut reksadana yang diperdagangkan di bursa, adalah produk investasi yang mirip dengan reksadana biasa, tetapi diperdagangkan seperti saham di bursa efek. ETF berisi kumpulan aset, seperti saham, obligasi, atau komoditas, yang disusun untuk mengikuti kinerja suatu indeks.
Menurut Saravelos, data tersebut menandakan dua kemungkinan buruk, perlambatan tajam dalam arus modal masuk ke AS atau bahkan aksi disinvestasi aktif yang berlanjut. Kedua skenario ini, berpotensi melemahkan posisi dolar AS yang sudah dibebani oleh defisit kembar, defisit perdagangan dan defisit anggaran.
Secara historis, pasar AS menjadi magnet bagi investor global, dengan kepemilikan aset AS di tangan investor Eropa melonjak dari sekitar 5% pada 2010 menjadi 20% pada 2024, dan kepemilikan oleh investor Jepang naik dua kali lipat menjadi 16%, menurut estimasi Deutsche Bank.
Namun, nilai dolar dan harga aset AS mulai tergelincir bersamaan setelah kebijakan tarif diumumkan. Bahkan, penjualan agresif terus berlanjut, terutama dalam obligasi, berdasarkan data dari EPFR yang juga melacak arus dana di berbagai jenis dana investasi global.
Dalam laporan terbarunya, Deutsche Bank merevisi prediksi nilai tukar dolar AS, akan melemah terhadap euro menjadi US$1,30 dan terhadap yen menjadi 115 pada tahun 2027, dibandingkan sekitar US$1,14 dan 142 yen saat ini. Ini menandai perubahan sikap Saravelos, yang sebelumnya mendukung kekuatan dolar namun kini mengkhawatirkan dampak negatif kebijakan ekonomi Trump terhadap status dolar sebagai mata uang cadangan dunia. (EF)