Anggota Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan bahwa saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asean yang masih nihil kasus penyebaran virus corona atau covid 19. Sementara, di beberapa daerah sekitar Indonesia sudah masuk virus corona ini.
"Sebagai contoh di Malaysia berdasarkan data 27 Februari kemarin itu 22 kasus ditemukan, di Australia 22 kasus. Singapura lebih dahsyat 96 kasus, di Thailand 30-an lebih, di Filipina sekitar 4, di Vietnam sudah lebih banyak dan seterusnya," kata Hermawan dalam Diskusi bertema "Mengukur Efek Korona: Siapkah Kita?" di Hotel Ibis Tamarin (JK:TAMU), Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (29/2/2020).
Baca Juga: Masih Ganas, Seberapa Besar Kemungkinan Seseorang Bisa Terjangkit Virus Corona?
Menurut Hermawan, para ilmuwan sempat menduga faktor perbedaan ras menjadi alasan mengapa Indonesia masih belum terjangkit virus corona. Akan tetapi, dugaan tersebut dimentahkan karena adanya ras melayu lainnya seperti Malaysia dan Singapura yang sudah terjadi kasus corona.
"Teori awalnya kita ini tergolong dalam rumpun ras Melayu maka reseptor yang dianggap berbeda. Namun ternyata ada kejadian di Arab Malaysia dan orang Melayu. Kita punya warga Indonesia, tetapi ada di luar negeri yang sudah confirm di Singapura 2 dan di Jepang di atas kapal pesiar terjadi," ujarnya.
Menurut Hermawan, ada tiga pendekatan mengapa sampai saat ini belum ada temuan kasus corona di Indonesia. Yang pertama mungkin karena kasus tersebut belum terlaporkan.
"Ada tiga pendekatan teori. Satu ini kita menyebutnya under reporting atau sesuatu yang tidak terlaporkan ini banyak hal juga kalau kita turunkan. Yang kedua apakah ini failed detection-nya. Yang ketiga apakah ada yang tidak matching antara standar WHO dengan program yang kita kembangkan di Indonesia," ujarnya.
Jika dari standar internasional, kata Hermawan, Indonesia sudah cukup baik dan sesuai standar WHO. Kemudian untuk kegagalan mendeteksi juga cukup kecil sehingga yang paling mungkin adalah adanya data atau kasus yang tidak terlaporkan.
"Sejauh ini, teori tadi memang memungkinkan under reporting. Orang yang sudah terinfeksi atau meninggal dunia cuman karena tidak pernah diperiksa atau keluarganya tidak merelakan untuk diotopsi sehingga terkubur bersama jasad. Ini boleh jadi," kata Hermawan.
Kemudian selain itu, bisa saja ada orang yang memang sudah terinfeksi, tetapi memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga tidak begitu terlihat akibat dari virus tersebut.
"Artinya, tidak ada catatan untuk ini. Bisa jadi ada orang yang terinfeksi, tapi tidak berdampak," ujarnya.
Penulis: Redaksi
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Foto: Galih Pradipta