CHEK Alami Oversubscribed hingga 274 kali Saat IPO
Crypoharian – Perang antara Israel dan Iran telah memasuki hari keenam. Meski ketegangan kian meningkat, harga Bitcoin (BTC) tetap bertahan di atas US$ 100.000. Namun, arah pasar masih belum pasti, terutama dengan meningkatnya peluang keterlibatan militer Amerika Serikat.
Menurut firma perdagangan kripto asal Singapura bernama QCP Capital, BTC kini terjepit antara antara dua resiko ekor (tail risks). Melansir dari ambcrypto.com, kedua resiko tersebut yakni eskalasi konflik dan lonjakan inflasi global.
QCP memperingatkan bahwa jika Iran merasa terdesak, potensi blokade Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia menjadi resiko nyata. Gangguan ini bisa memicu lonjakan harga minyak dan memperparah tekanan inflasi global, yang sudah rapuh sejak awal tahun.
“Jika terjadi blokade penuh di Selat Hormuz, kita bisa melihat lonjakan inflasi lain, tepat saat kondisi makro global sudah tegang,” tulis QCP dalam pembaruan pasar hari Rabu.
Amerika Makin Dekat ke Garis Api
Situasi semakin mengkhawatirkan setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan pernyataan keras, menuntut Iran untuk menyerah tanpa syarat. Laporan juga menunjukkan pengerahan perlengkapan militer besar-besaran AS ke Timur Tengah.
Data dari Polymarket memperlihatkan probabilitas Amerika ikut perang sebelum Juli kini menembus 60 persen dan melonjak hingga 90 persen untuk skenario sebelum Agustus, menandakan pasar hampir menganggap intervensi Amerika sebagai sesuatu yang pasti.
Baca Juga: Bagaimana Cara Trading Bitcoin dan Kripto Dengan ChatGPT? (Part 2)
Bagaimana BTC Bereaksi?
Meski dikenal sebagai aset lindung nilai terhadap perang dan inflasi, Bitcoin belum berperilaku seperti safe haven. Justru, korelasi BTC terhadap emas tercatat -0,07, sementara korelasinya dengan Nasdaq mencapai +0,61, membuat BTC lebih mirip saham teknologi dengan beta tinggi daripada aset lindung nilai tradisional.
Sementara itu, pandangan pasar opsi mencerminkan keyakinan rebound jangka pendek. Skew delta 25 untuk tenor 1 minggu dan 1 bulan masing-masing naik ke 8 persen dan 5 persen, menunjukkan minat beli call option. Namun, skew tenor 6 bulan masih negatif, mengindikasikan kebutuhan lindung nilai terhadap resiko jangka panjang, termasuk inflasi akhir tahun.
Dampak Kebijakan Moneter
QCP juga memprediksi bahwa ketegangan geopolitik bisa membuat The Fed menahan pemangkasan suku bunga di paruh kedua tahun ini.
“Pasar saat ini memperkirakan dua pemangkasan di 2025, tapi kami percaya The Fed bisa mengisyaratkan hanya satu,” tulis mereka.
Revisi proyeksi seperti ini bisa membebani aset berisiko termasuk BTC, terutama jika pasar mulai beralih ke mode risk-off akibat kombinasi perang dan inflasi.