Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan 31/05.2024, ditutup anjlok ke level 6970 (-0.90%) dan telah mengalami penurunan 3 hari berturut-turut dari level 7282.. Secara teknikal terlihat masih adanya potensi penurunan hngga ke level 6900.
Tren pelemahan terjadi di bursa efek Indonesia, khususnya pada beberapa saham Blue Chip, dimana investor asing telah melakukan net sell sebesar 13.2 triliun sepanjang Mei 2024. Hal ini tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnsya pelemahan Rupiah yang menyentuh level 16.251 hal ini tentu memimbulkan kekhawatiran pelaku pasar, khususnya investor asing yang berinvestasi di Indonesia, mengingat kondisi tersebut dapat menimbulkan Risk Currency yang dapat menyusutkan keuntungan mereka.Faktor lain adalah ketidak pastian The Fed dalam mengambil keputusan kapan pemotongan suku bunga akan dilaksanakan.
Hal ini juga berimbas pada berbagai harga aset, khususnya midlde to high risk investment seperti saham dan cryptocurrency, bahkan yang tergolong low risk pun terdampak, misalnya obligasi pemerintah dimana yieldnya sudah menyentuh level 6.9 - 7%. Begiitu pula pergerakan harga emas dunia yang bergerak bak roller coaster, namun untuk middle to long horizon, emas masih berpotensi mengalami penguatan harga jika Bank sentral Amerika merealisasikan pemotongan suku bunganya.
Ketidak pastian akhirnya merambat ke pasar saham dalam negeri, beberap asaham Big Cap yang selama ini menjadi andalan para investor maupun trader ikut terjerembab, misalnya beberapa saham perbankan besar, katakan saja BBRI, begitu pula TLKM dan ASII yang secara fundamental emiten tersebut masih terbilang kinclong dari sisi keuangan dan pendapatan.
Bank Rakyat Indonesia (JK:BBRI) (Persero) Tbk, salah satu bank BUMN yang memiliki jaringan kantor terbanyak diantara 4 bank terbesar, dengan 8.060 jaringan kantor yang tersebar hingga ke pelosok negeri, tentu menjadi senjata pamungkas untuk mencapai masyarakat di pelosok negeri yang membutuhkan akses permodalan, dengan produk andalannya, yaitu KUR yang telah banyak membantu masyarakat menengah ke bawah untuk mengembangkan usaha UMKM, sebagaimana kita ketahui bahwa 60% PDB Indonesia disumbangkan oleh kegiatan usaha menengah ke bawah, seiring hal tersebu, tidak mengherankan jika pendapatan emiten ini terus tumbuh setiap tahun.
Dari sisi bottom line, BBRI berhasil meraup laba bersih 60.42 triliun di tahun 2023, dengan CAGR 11% selama 5 tahun, saat ini kapitalisasi pasar BRI sebesar 658 triliun, mengalami penyusustan dari 800 triliun akibat penurunan harga sahamnya. Emiten ini memiliki ROE 20,64% (TTM), DER 5.7x (perbankan), Dividen yield mencapai 7,35%, yang justru lebih tinggi dari depositonya, dengan -2 standard deviation, saham ini juga aktif membagi dividen setiap tahun, membuat saham ini layak dimasukkan dalam keranjang portofolio.
PT. Telkom Indonesia (JK:TLKM) (persero) Tbk, emiten telekomunikasi milik pemerintah ini terbilang agresif dalam melakukan ekspansi, dengan modal kerja mencapai 15,9 triliun di tahun 2023. Sebagai market leader, TLKM terus melakukan transformasi bisnis di berbagai lini, di tahun 2023 kemarin Telkom sukses melakukan spin off dengan Indihome, dan melakukan merger dengan Telkomsel, langkah besar ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan layanan bagi masyarakat. Selain pendapatan dari segmen Mobile dan Fix Broadband, emiten juga terus menggenjot bisnis baru, seperti lahirnya Infraco salah satu unit bisnis yang akan berfokus ada bisnis fiber optik, Telkom juga telah sukses mengorbitkan satelit merah putih dan jaringan kabel bawah laut untuk mendukung kualitas layanan, tidak hanya itu, Telkom juga tengah membangun data center yang berada di Batam dan Cikarang.
Untuk jangka panjang emiten diharapkan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar, dengan ekspektasi bonus demografi beberapa tahun ke depan yang tentunya membutuhkan layanan telekomunikasi yang lebih besar. Dengan ROE 17 % (TTM), DER 0.35x, dengan PBV dibawah -2 standard deviation, saham TLKM terbilang murah dengan dividen yield 6.16% dan aktif membagi dividen setia tahun, saham ini layak untuk diakumulasi.
PT. Astra International (JK:ASII) Tbk, salah satu saham emiten yang merajai sektor otomotif di Indonesia, dan memiliki beberapa anak usaha di bidang agribisnis dan keuangan tentu tidak diragukan lagi kemampuannya dalam mengoptimalkan pundi-pundi keuangannya. Namun sayang, saham emiten ini terus turun (-31%) dalam kurun waktu 1 tahun akibat lesunya penjualan dan isu lain yang mendera emiten ini.
Namun mengacu pada beberapa metrik keuangan perusahaan, emiten mampu mencetak pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang meninglkat setiap tahunnya, selama kurun waktu 4 tahun. Dengan ROE 15%, DER 0.95% dan PBV 0.84, saham ASII terbilang murah dan menarik untuk dimasukkan dalam keranjang investasi, khususnya untuk long term horizon.