Mata Uang Asia dan Dolar Stabil Jelang Rilis CPI AS; PDB Q2 China Lampaui Perkiraan
Menemukan saham dengan valuasi Price to Earnings (P/E) di bawah 10 dan Price to Book Value (PBV) di bawah 1 seringkali terasa seperti mendapatkan durian runtuh. Rasanya kita menemukan sebuah permata tersembunyi yang belum dilihat oleh pasar.
Logika sederhananya, saham ini undervalued dan hanya tinggal menunggu waktu hingga harganya meroket.
Namun, bagaimana jika penantian itu tidak pernah berakhir? Bagaimana jika harga sahamnya terus-menerus stagnan, bahkan cenderung turun, selama bertahun-tahun?
Inilah yang disebut value trap. Sebuah saham yang terlihat murah di permukaan, namun pada kenyataannya adalah sebuah jebakan karena ada masalah fundamental yang membuat nilainya tidak kunjung bergerak naik. Artikel ini akan membahas fenomena ini dan menunjukkan beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang, per tanggal 20 Juni 2025, menunjukkan karakteristik kuat sebagai sebuah value trap.
Resep Sempurna untuk Menemukan Jebakan
Sebuah value trap tidak muncul begitu saja. Ia memiliki pola yang bisa kita identifikasi. Dengan menggunakan stock screener, kita bisa merancang sebuah resep untuk menemukan saham-saham yang berpotensi menjadi jebakan ini. Kriterianya adalah kombinasi maut antara valuasi yang tampak murah dan fundamental bisnis yang lemah.
Berikut adalah kriteria yang digunakan:
- PBV Ratio: Kurang dari 1x
- P/E Ratio: Antara 0x hingga 10x
- Return on Equity (ROE): Kurang dari 10%
- Revenue Growth (Pertumbuhan Pendapatan): Antara 0% hingga 5%
- Price Return 1 Tahun: Kurang dari 5%
- Average Dividend Yield (3 Tahun): Antara 0% hingga 5%
Kombinasi ini sangat berbahaya. Valuasi PBV dan P/E yang rendah menjadi umpannya.
Namun, ROE yang rendah (kurang dari 10%) menunjukkan bahwa manajemen perusahaan tidak efisien dalam menghasilkan laba dari modal yang dimiliki. Ditambah lagi, pertumbuhan pendapatan yang sangat minim (di bawah 5%) menandakan bisnisnya sedang stagnan. Tidak ada cerita pertumbuhan baru. Tidak ada upside yang jelas.
Sembilan Saham yang Lolos Saringan
Berdasarkan penyaringan dengan kriteria di atas, kami menemukan ada 9 emiten di Bursa Efek Indonesia yang masuk ke dalam daftar ini. Perlu dicatat, ini bukan berarti saham-saham ini buruk selamanya, namun kondisinya saat ini sangat sesuai dengan definisi value trap.
-
BMTR (Global Mediacom Tbk.)
-
MNCN (Media Nusantara Citra Tbk.)
-
SPMA (Suparma Tbk.)
-
WEGE (Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk.)
-
CSAP (Catur Sentosa Adiprana Tbk.)
-
BSDE (Bumi Serpong Damai Tbk.)
-
INTP (Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.)
-
BBTN (Bank Tabungan Negara (JK:BBTN) (Persero) Tbk.)
-
BDMN (Bank Danamon Indonesia Tbk.)
Temukan screener-nya di sini
Atau, akses daftar saham-saham ini di file google sheet ini.
Apa kesamaan dari mereka semua? Valuasinya terlihat murah dari kacamata P/E dan PBV. Namun, jika kita melihat performa harganya, ceritanya menjadi jelas. Saham-saham ini menunjukkan kinerja harga yang lesu atau stagnan, baik secara year-to-date maupun dalam setahun terakhir.
Ini adalah bukti nyata bahwa valuasi murah tidak selalu berarti investasi yang bagus. Pasar tidak "tertidur" atau "ketinggalan informasi". Justru sebaliknya, pasar kemungkinan besar telah secara efisien menghargai saham-saham ini sesuai dengan kondisi fundamentalnya yang sedang stagnan dan kurang mampu menghasilkan laba yang memadai dari modalnya.
Mengapa Murah Saja Tidak Cukup?
Inilah peringatan utama bagi para value investor. Terlalu fokus pada P/E dan PBV tanpa melihat gambaran besarnya adalah sebuah kesalahan fatal.
1. Pertumbuhan adalah Katalis Utama
Sebuah saham bisa dihargai murah selamanya jika tidak ada katalis yang bisa mendorong harganya naik. Katalis utama adalah pertumbuhan. Saham-saham dalam daftar kita memiliki pertumbuhan pendapatan yang sangat lambat. Artinya, bisnis mereka tidak berekspansi secara signifikan. Tanpa adanya pertumbuhan penjualan atau inovasi baru, dari mana datangnya potensi kenaikan laba di masa depan? Inilah pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh P/E ratio yang rendah.
2. Return on Equity (ROE) Mencerminkan Kualitas
Ini mungkin metrik yang paling penting untuk membedakan permata tersembunyi dari value trap. Return on Equity mengukur seberapa efisien sebuah perusahaan menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah modal yang disetor oleh investor. ROE di bawah 10% adalah sebuah bendera merah. Angka ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu memberikan imbal hasil yang memadai atas modal yang dipercayakan kepadanya. Aset yang besar (yang membuat PBV terlihat rendah) menjadi tidak berguna jika tidak bisa dikelola untuk menciptakan laba yang sehat.
Singkatnya, pasar menghargai perusahaan yang bisa bertumbuh dan menghasilkan laba secara efisien. Ketika kedua hal itu tidak ada, maka wajar jika harga sahamnya dihargai murah dan tidak bergerak ke mana-mana.
Kesimpulan: Lihatlah di Balik Angka Valuasi
Fenomena value trap ini mengajarkan kita satu hal penting. Jangan pernah jatuh cinta pada valuasi yang murah tanpa melakukan validasi terhadap kesehatan fundamental bisnisnya. P/E dan PBV yang rendah adalah titik awal yang baik untuk memulai analisa, bukan kesimpulan akhir.
Sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi pada saham yang terlihat undervalued, tanyakan pertanyaan yang lebih dalam:
> Dari mana sumber pertumbuhan perusahaan ini di masa depan?
> Seberapa efisien manajemen dalam mengelola modal untuk menciptakan laba (lihat ROE)?
> Apa keunggulan kompetitif perusahaan ini yang bisa melindunginya dari para pesaing?
Jika Anda tidak bisa menemukan jawaban yang meyakinkan untuk pertanyaan-pertanyaan ini, maka kemungkinan besar Anda sedang melihat sebuah value trap. Lebih baik melewatinya dan mencari peluang lain daripada terjebak dalam penantian yang tidak berujung.
Karena, investasi bukan hanya soal berapa banyak return yang kita dapatkan, tapi juga berapa banyak loss (dan saham stagnan) yang bisa kita hindari.
Manfaatkan InvestingPro untuk menyaring dengan mudah saham-saham yang bukan hanya undervalued, namun juga benar-benar berkualitas. Klik di sini
Disclaimer:
Data yang disajikan akurat hingga 20 Juni 2025 pukul 15.45 WIB. Artikel ini bersifat edukasi dan bukan merupakan ajakan membeli, menjual saham tertentu. Seluruh pertimbangan investasi dan seluruh keputusan investasi berada pada masing-masing individu.