Mata Uang Asia dan Dolar Stabil Jelang Rilis CPI AS; PDB Q2 China Lampaui Perkiraan
Pada hari ini, Minggu, 22 Juni 2022, mungkin akan menjadi hari yang akan sulit terlupakan bagi kita semua, khususnya warga Iran yang negaranya di bom oleh pesawat pengebom B-2 Spirit Amerika dengan alasan negara tersebut memiliki fasilitas pengayaan nuklir, padahal Direktur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan dan memastikan bahwa Iran tidak bisa mengembagkan senjata nuklir.
.
Di tengah karut marut perekonomia AS yang masih kembang kempis dan kebijakan Donal Trump yang maju mundur, Trump berhasil membawa negaranya ke jurang kehancuran, dengan pengenaan tarif resiprokal atas barang impor yang masuk ke negaranya dengan alasan melindungi produk dalam negeri dan menggaungkan slogan "Make America great again", namun yang terjadi bukannya Amerika menjadi hebat, malah babak belur oleh gempuran China dengan menjual surat utang nya, yang menyebabkan US Treasury Note terkapar ke level 4,5% pada bulan Mei 2025. Tidak mau ketinggalan mata uang Greenback juga terjun bebas atas sekeranjang mata uang dunia ke level 97 terendah dalam kurun waktu 10 tahun.
Bersiap Dengan Kejutan
Sumpah Khamenei, setelah negaranya diserang oleh AS, adalah akan membunuh militer AS yang berada di Timur Tengah, dan jika memungkinkan akan menyerang negeri Paman Sam, hal ini tentu bukan gertak sambal, karena sudah dibuktikan dengan memborbadir Israel hingga saat ini dengan rudal hypersonik nya.
Artinya, eskalasi akan meluas dan melibatkan ikut campurnya proxy negara masing-masing, bisa ditebak harga minyak dunia akan melambung lebih tinggi dari saat ini yang sedang melambung ke level U$ 77 / barrel. Sebagiamana diberitakan, Iran akan memulai memblokade selat Hormus yang selama ini dijadikan jalur vital perdagangan minyak global.
Kenaikan harga minyak dunia tidak serta merta akan menaikkan daya tawar mata uang USD, karena faktor yang sudah dijelaskan di atas, yaitu ketidak jelasan arah ekonomi AS di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Boleh jadi dengan keterlibatan langsung AS dalam penyerangan ke Iran justru akan menyeret AS dalam kancah perang terbuka yang otomatis membutuhkan dana perang yang super jumbo di saat beban utang pemerintah Amerika sedang menggunung, yang tentu saja akan semakin mengancam peringkat utang AS seperti yang baru diumumkan oleh Moody’s Investor Service pada Mei 2025, dari AAA menjadi AA1.
Kombinasi dari perang dagang, kebijakan yang tidak jelas, utang yang membumbung tinggi, isu deportasi yang memicu darurat nasional dalam negeri AS, bagi penulis akan menjadi trigger runtuhnya kekuatan Dollar AS, sebagai cerminan rentannya negara tersebut dari serangan ekonomi negara lain, dan mungkin juga dari sisi pertahanan, kita tunggu saja kelanjutannya.
Ironinya, jatuhnya kekuatan Dollar AS yang tercermin pada Dollar Index (DXY) tidak serta merta mendorong penguatan Rupiah, yang terjadi justru sebaliknya, Kurs Rupiah ikutan jebol ke level 16.300, bahkan sempat menyentuh 17.000, mengherankan memang, tapi faktanya demikian. Bukan tanpa alasan, lagi-lagi berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai kurang produktif, anggaran malah habis untuk program yang kurang substansi.
Dapatkan InvestingPro untuk membantu menavigasi market yang volatil! Temukan saham-saham hidden gem di IHSG maupun bursa dunia dengan mudah dan akurat dengan InvestingPro. Nikmati diskon tambahan 15% dengan klik di sini