Dalam pertemuan kedua OPEC di tahun ini, tepatnya 17 April kemarin, yang berlangsung di Doha, Qatar, dimana bahkan anggota diluar OPEC (Organisation of the Petroleum Exporting Countries) juga diundang (dimana sangat jarang terjadi), untuk membahas pembatasan produksi minyak mentah untuk beberapa bulan mendatang terkait melimpahnya minyak di pasar sehingga harga minyak turun drastis menyentuh angka 25 USD pada bulan Januari kemarin.
Sebenarnya, keputusan awal yang ada cukup realistis, yaitu membatasi produksi agar tidak melebihi bulan Januari 2016. Namun dalam pertemuan kedua, hanya sedikit anggota OPEC yang hadir. Iran sebagai salah satu produsen terbesar minyak tidak hadir di pertemuan kemarin. Sebelumnya, Iran sudah menyatakan tidak akan membatasi ekspor minyak mentah mereka terlebih mereka baru saja selesai dari proses embargo sejak Januari.
Namun berdasarkan Reuters.com hari ini, harga minyak sudah mulai stabil berkisar di 45 - 47 USD setelah beberapa hari yang lalu ada di kisaran 37 - 41 USD. Hal ini dikarenakan ada permasalahan produksi di salah satu sumber terbesar, Irak dan Nigeria. Serta masalah teknis di Amerika yang membuat produksi turun sehingga jumlah minyak yang beredar rendah dan menaikkan kembali harga minyak ke tingkat yang menguntungkan bagi produsen minyak.
Namun bagaimana kolerasi terhadap nilai tukar USD? Coba saya analisa sekarang berdasarkan pengalaman saya sebagai mitra di Fibo Group Indonesia.
US Dolar adalah mata uang dalam transaksi internasional, sehingga untuk setiap pembelian dan penjualan di tingkat internasional akan menggunakan USD. Sehingga seiring dengan penguatan USD, maka USD akan dapat membeli lebih banyak barel minyak per dolarnya. Sehingga jika sebelumnya harnya minyak ada di 50 USD/barel, dengan menguatnya dolar, maka dengan 50 USD akan mampu membeli lebih banyak barel minyak atau dengan ilustrasi harga menjadi 40 USD/barel. Sehingga harga minyak per barel akan menurun seiring meningkatnya nilai tukar dolar. Sebenarnya pengaruhnya sedikit untuk mata uang lainnya seperti rupiah yang melemah sejak Januari sehingga walaupun harga minyak menurun faktanya kemampuan beli kita tetap sama.
Selain itu, Amerika juga salah satu pengimpor minyak mentah terbesar di dunia. Normalnya, saat harga minyak naik, dolar akan keluar dari US dimana mereka akan butuh lebih banyak dolar untuk membeli minyak yang naik harganya sehingga akhirnya dolar akan turun. Namun hal ini sulit terjadi karena Amerika adalah salah satu produsen terbesar, sehingga saat harga minyak naik, keuntungan juga akan mereka dapatkan dari hasil impor minyak dan mampu memangkas kerugian dari dolar yang keluar dari Amerika Serikat.
Ada satu lagi menurut saya, jika harga minyak naik, dan transaksi jual beli minyak yang menggunakan dolar amerika, sehingga akan menghasilkan dolar yang meningkat nilainya karena permintaan dolar yang semakin tinggi.
Analisa dari artikel dibawah akan dapat membantu memperkuat argumen saya tentang ini : The Shale Revolution Is Changing How We Think About Oil And The Dollar
Terima kasih. Semoga analisa saya bermanfaat.